Logika Fuzzy adalah peningkatan dari logika Boolean yang berhadapan dengan konsep kebenaran sebagian. Di mana logika klasik menyatakan bahwa segala hal dapat diekspresikan dalam istilah binary (0 atau 1, hitam atau putih, ya atau tidak), logika fuzzy menggantikan kebenaran boolean dengan tingkat kebenaran.
Logika Fuzzy memungkinkan nilai keanggotaan antara 0 dan 1, tingkat keabuan dan juga hitam dan putih, dan dalam bentuk linguistik, konsep tidak pasti seperti "sedikit", "lumayan", dan "sangat". Dia berhubungan dengan set fuzzy dan teori kemungkinan. Dia diperkenalkan oleh Dr. Lotfi Zadeh dari Universitas California, Berkeley pada 1965.
Logika Fuzzy, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Logika Kabur atau Logika Samar, dapat dikatakan sebagai “logika baru yang sudah lama”. Hal ini karena ilmu tentang logika fuzzy secara modern dan metodis ditemukan pada tahun 1965, namun konsep logika fuzzy sudah melekat pada diri manusia, sejak manusia ada. Konsep logika fuzzy dapat dengan mudah kita temukan pada perilaku manusia dalam kesehariannya, misalnya:
- Pedal gas kendaraan akan kita tekan dengan tekanan tertentu sesuai kecepatan yang kita inginkan. (Berapa besar tekanan yang kita berikan?)
- Kita cenderung memberi hadiah kepada seseorang dengan nilai tertentu sesuai dengan manfaat orang tersebut kepada kita. (Berapa besar nilai hadiah yang akan kita berikan?)
- Kita akan marah kepada orang yang merugikan kita. (Berapa besar kemarahan kita?)
Kita tidak bisa menjawab dengan pasti pertanyaan-pertanyaan yang muncul di atas. Inilah beberapa contoh kasus yang bisa dijelaskan menggunakan konsep logika fuzzy.
Perbedaan
Terdapat perbedaan mendasar antara logika klasik dengan logika fuzzy. Sebagai contoh, perhatikan dua kalimat perintah berikut ini:
- Pisahkan kelompok mahasiswa yang memiliki PC dan kelompok mahasiswa yang tidak memiliki PC.
- Buat kelompok mahasiswa yang pandai dan kelompok mahasiswa yang bodoh.
Pada kalimat-1, kita dapat membedakan secara tegas antara kelompok mahasiswa yang memiliki PC dengan kelompok mahasiswa yang tidak memiliki PC karena ada batasan yang nyata antara kedua kondisi tersebut. Namun pada kalimat-2, tidak terdapat batasan yang nyata antara pandai dengan bodoh sehingga kita sulit membedakan mahasiswa yang pandai dengan mahasiswa yang bodoh.
Ketidakjelasan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui kondisi ketidakjelasan seperti kalimat-b. Ketidakjelasan yang kita alami, dapat kita kelompokkan menjadi:
- Keambiguan (ambiguity), terjadi karena suatu kata/istilah memiliki makna lebih dari satu. Contoh: bulan, maknanya adalah suatu benda langit, namun makna lainnya adalah bagian dari tahun.
- Keacakan (randomness), karena hal yang kita inginkan belum terjadi. Contoh: besok akan hujan.
- Ketidaktepatan (imprecision), disebabkan karena alat atau metode pengukuran yang tidak tepat. Contoh: volume bumi.
- Ketidakjelasan akibat informasi yang tidak lengkap (incompleteness). Contoh: ada kehidupan di luar angkasa.
- Kekaburan semantik, akibat suatu kata/istilah memiliki makna yang tidak dapat didefinisikan secara tegas. Contoh: cantik, pandai, dsb.
Dari kelima kelompok ketidakjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa pembahasan logika fuzzy berada pada kekaburan semantik. Kekaburan semantik pasti ada dalam kehidupan manusia. Bahkan kita sering mengambil keputusan dari kondisi kekaburan semantik.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah kita (manusia) saat ini sering menggunakan alat bantu, terutama elektronik, untuk membuat suatu keputusan. Penelitian atau pengukuran umumnya memerlukan ketepatan & kepastian. Sedangkan kondisi lingkungan, mengharuskan kita mengambil keputusan dari kekaburan semantik. Oleh karena itu, perlu bahasa keilmuan baru untuk mengakomodasi kekaburan semantik secara memadai.